|
KEFA, Timex--Situasi keamanan di Kota Kefamenanu Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) kian memanas pasca diterimanya salinan putusan Mahkamah Agung (MA) dalam perkara sengketa Tata Usaha Negara (TUN) antara bakal calon (balon) pasangan Bupati-Wakil Bupati TTU, Fredi Meol-Dominikus Saijao (ESA) dengan KPU TTU. Putusan MA yang menguatkan gugatan pasangan ESA ini membuat suhu politik di Kota Kefamenanu ikut memanas. Senin (22/8) kemarin, ribuan massa baik pendukung pendukung pasangan Bupati dan Wakil Bupati TTU terpilih, Raymundus Sau Fernandez-Aloysius Kobes (Dubes) terlibat bentrok dengan massa pendukung Fredi Meol-Dominikus Saijao yang tergabung dalam Gerakan Rakyat Peduli Demokrasi dan Keadilan (Garda) TTU. Aksi saling menyerang menggunakan batu antara massa Garda TTU dengan massa Dubes terjadi di gedung DPRD TTU. Peristiwa ini terjadi ketika DPRD TTU setempat sedang menggelar rapat paripurna dengar pendapat dengan KPU TTU soal pelaksanaan putusan MA di aula utama gedung DPRD TTU kemarin. Pantauan Timor Express, aksi saling serang antara massa pendukung kedua kubu berlangsung di depan ratusan anggota Polres TTU yang sementara melakukan pengawalan di gedung DPRD TTU. Kapolres AKBP Adi Wibowo dan Wakapolres, Kompol Junjun Junirahmadi yang turun langsung melakukan pengamanan bersama anggotanya sempat kerepotan mengamankan massa yang bertikai. Pasalnya, jumlah massa Garda maupun massa Dubes cukup banyak. Akibat aksi saling serang ini, salah seorang anggota Polres TTU terkena lemparan batu yang diduga dari massa pendukung Dubes. Merasa tidak terima dengan aksi tersebut, sejumlah anggota Polres TTU sempat mengejar seorang oknum dari massa pendukung Dubes. Sayang, anggota Polres TTU kalah cepat sehingga tidak berhasil menangkap oknum pelaku yang berhasil kabur. Belum dipastikan, korban dari massa pendukung Garda TTU dan Dubes yang terluka akibat aksi saling serang menggunakan batu tersebut. "Anggota saya dilempar oleh salah seorang massa pendukung dari kelompok sebelah (massa Dubes Red). Tadi memang sempat dikejar sampai di hutan tapi tidak tertangkap, tapi tidak apa-apa," kata Kapolres AKBP Adi Wibowo. Sementara itu dalam ruang gedung DPRD TTU, situasi berlangsung panas saat anggota DPRD TTU menggelar rapat paripurna bersama KPU TTU. Hujan interupsi mewarnai jalannya sidang paripurna yang menghadirkan Ketua KPU TTU, Aster da Cunha bersama empat anggotanya yakni Lamur Isfridus, Dolfianus Kolo,Fidelis Olin dan Felix Bere. Sidang yang dipimpin Ketua DPRD TTU, Robertus Vinsensius Nailiu dan dihadiri 29 anggota sempat terjadi pro kontra seputar perlu tidaknya dibahas pelaksanaan putusan MA tersebut. Sejumlah anggota DPRD TTU seperti Maxi Taek Manehat, Eduardus Tanesib dan Agus Ndun dan Hubertus Kun Bana menginginkan agar tidak perlu mendengar penjelasan KPU TTU lagi. Pasalnya, putusan hukum MA sudah memiliki kekuatan hukum tetap dan mengikat yang harus dijalankan oleh KPU TTU. Sementara anggota DPRD TTU dari Fraksi PDIP, menginginkan agar jalannya sidang paripurna mengacu pada hasil kesepakatan rapat pimpinan DPRD dan fraksi yang berlangsung akhir pekan lalu. "Bagi saya, yang paling penting untuk disikapi adalah bagaimana eksekusi putusan MA. Kita (DPRD Red) tidak perlu mendengar penjelasan KPU. Masyarakat TTU lagi menunggu bagaimana tindaklanjut dari putusan MA mengenai sengketa Pemilukada TTU yang sudah dimenangkan paket ESA," beber anggota DPRD TTU asal PKS, Maxi Taek Manehat. Senada dengan dia, anggota DPRD TTU asal PKDI, Agus Ndun menilai masalah kekalahan KPU TTU dalam perkara sengketa TUN antara melawan balon ESA merupakan bukti kelalaian KPU menegakkan aturan dalam melaksanakan tahapan Pemilukada. KPU TTU jelas Agus Ndun sebenarnya sudah diperingatkan dengan keputusan PTUN Kupang yang dimenangkan paket ESA sejak 6 Oktober 2010 lalu sebelum pelaksanaan pencoblosan 11 Oktober 2010. "Kalau waktu itu KPU sadar kelemahannya, mestinya Pemilukada TTU ditunda dan proses ulang. Sesuai amar putusan PTUN Kupang yaitu mencabut dan membatalkan SK penetapan paket calon dan nomor urut paket calon bukan malah paksakan jalan terus. Sekarang putusan final dari MA sudah ada, jadi tidak ada alasan bagi KPU untuk laksanakan," kata Agus Ndun. Menanggapi desakan DPRD TTU, Ketua KPU, Aster da Cunha berdalih KPU TTU belum menerima salinan putusan MA dari PTUN Kupang sesuai amanat pasal 116 undang-undang nomor 5 tahun 1986. Ia mengaku hingga kemarin siang informasi yang rekam lembaganya baru bersifat lisan dari kuasa hukum KPU, Anton Ali. "Sebenarnya hari ini kami (kemarin Red) mau ke Kupang untuk bertemu dengan PTUN Kupang mengenai salinan putusan MA tapi karena ada undangan dari DPRD sehingga kami tidak jadi ke Kupang," jelas Aster da Cunha. Ia mengatakan kalaupun PTUN Kupang menyerahkan salinan putusan dimaksud secara resmi kepada KPU TTU maka pihaknya tidak akan langsung mengambil keputusan. Langkah pertama yang akan dilakukan lembaganya adalah mempelajari amar putusan MA, setelah itu melakukan konsultasi dengan KPU provinsi dan KPU pusat. "Ini lembaga strutural, jadi kami tidak bisa ambil keputusan sepihak sebelum melewati tahapan-tahapan sesuai aturan," ujarnya. Devisi Hukum KPU TTU, Lamur Isfridus mengakui pihaknya telah mengetahui isi salinan putusan MA, namun belum bisa bersikap mengingat amar putusan tersebut tidak menjelaskan apa yang harus dilaksanakan KPU TTU. Karena itu untuk memastikan maksud dari putusan tersebut pihaknya perlu melakukan konsultasi dengan PTUN Kupang sebelum mengeksekusi putusan hukum lembaga pengadilan tertinggi dimaksud. "Putusannya bersifat umum, hanya bilang menolak,jadi kami perlu konsultasi ke PTUN Kupang selaku pengadilan tingkat pertama yang mengadili perkara ini," ujar Isfridus seraya menambahkan putusan MA RI bersifat hukum yang harus dilaksanakan hanya saja pihaknya kesulitan untuk menginterpretasi model pelaksanaannya. Sesuai aturan kata dia, pelaksanaan putusan PTUN mengacu pada pasal 116 dan 117 Undang-Undang nomor 5 tahun 1986. Salinan putusan MA harus tiba di para pihak yang berperkara dalam tengang waktu 14 hari setelah PTUN menerima dari MA RI. Sedangkan mengenai interval waktu pelaksanaan, menurut Isfridus sesuai aturan lamanya 60 hari setelah para pihak menerima salinan putusan. "Dalam tenggang waktu selama enam puluh hari, putusan tersebut tidak laksanakan maka dianggap tidak berlaku," katanya. Ketua DPRD TTU, Robertus Vinsensius Nailiu setelah mendapat penjelasan dari KPU TTU akhirnya DPRD TTU memutuskan sidang diskorsing hingga tanggal 5 September 2011 mendatang. Hal ini guna memberi kesempatan kepada KPU TTU mempersiapkan segala sesuatu sekaligus melakukan konsultasi struktural internal KPU. Dead line cukup panjang ini jelas Ketua DPRD TTU, Robertus Vinsensius Nailiu agar tidak ada alasan bagi KPU ketika lanjutan sidang paripurna berlangsung sesuai jadwal yang sudah ditetapkan. Terpisah, Petronela Maranda membantah berita sebelumnya yang menyebut dirinya dikejar massa pendukung Dubes ketika aksi demo di gedung DPRD TTU, Jumat (19/8). Maranda mengaku saat itu dirinya diserbu massa pendukung Dubes ketika berada gedung DPRD TTU. "Saya tidak dikejar tapi saya diserbu oleh massa pendukung bupati-wakil bupati. Untung ada aparat keamanan sehingga cepat amankan saya dari amukan massa," pungkas Maranda. (ogi) |
Suatu Perhentian Untuk sepotong riwayat.. Ini Blog pribadi..Selamat datang!!! Welcome!!! T'koenok Tem!!!
Selasa, 23 Agustus 2011
Makin Memanas Bentrok GARDA - DUBES
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar